Pages

Kamis, 05 Februari 2015

Karya Sastra - Cerpen

Rasa Yang Terpendam
 Oleh Siti Nurhaliza

Hadirmu telah mengubah segalanya. Wajahmu selalu menghantui malam - malamku. Aku ingin kau ada dalam kesepian dan keputusasaanku. Aku sangat bingung mengartikan dan memahami rasa ini, rasa yang muncul setiap aku berdekatan denganmu. Rasa yang membuatku bungkam terhadapmu.
Saat semua orang terlelap dalm tidur, aku masih sempat memikirkanmu. Di dalam kamarku yang tak begitu luas, ditemani dengan boneka doraemonku, dan beberapa tumpukan kertas. Aku bercermin dan berceloteh sendiri.
” Kamu?? Mengapa aku teringat kamu?? “
” Mengapa sulit hatiku untuk tidak merindukanmu? “
Berbagai pertanyaan aku ungkapkan, sambil terus memandangi cermin layaknya memandangimu. Terlihat sosok bayangan yang lusuh dengan raut wajah yang tak begitu nyata. Kupeluk boneka kesayanganku itu, lalu kujatuhkan..
” Aku benci sama keadaan ini, aku benci kamu, aku benci diriku “
Tak sadar volume suaraku semakin tinggi. Suaraku terdengar oleh Mamahku.
” Ada apa za? teriak - teriak seperti itu “
(Panggilnya di depan pintu kamarku)
” Gak apa - apa Mah, ini lagi latihan drama “
(Jawabku dibalik pintu dengan sedikit mengibuli)
Aku diam sesaat, lalu kembali dalam khayalanku..
Belum sempat aku berkata - kata, tiba - tiba terdengar suara ketukan pintu kamarku.
Tok..tokkk.tokk..
” Ada apalagi sih Mah? “
(Sahutku dengan nada kesal)
” Hey ini Aida. Buka pintunya dong! “
Aida adalah sepupuku. Bukan hanya cantik dan pintar, dia juga mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Aku cukup beruntung memiliki sepupu seperti dia.
” Oh.. maaf aku kira Mamah “
Jawabku cengengesan, sambil membuka pintu kamarku.
” Emang suaraku seperti ibu - ibu yaa!
Aku hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman yang tak luput dari kesedihan.
Tanpa dipersilahkan masuk, Aida sudah ke dalam kamarku. Ia sudah menganggapnya kamar sendiri. Kita berbagi cerita malam itu, mulai dari kisah dia yang putus dengan pacarnya sampai kisahku yang tak jelas temanya.
* * *
Sekian lama tidak seorangpun yang dapat mengisi kekosongan hatiku setelah dia pergi. Ketika nada - nada cinta masih terekam jelas dalam memoriku. Kini semua telah menjadi kayu yang ditelan api. Hilang tanpa sisa! Aku kesepian..
Aku mengaguminya, akan tetapi aku tak bisa mengubgkapkan perasaan ini. Perasaa yang sudah lama terpendam dalam benakku. Walaupun ku tahu dia memiliki rasa yang sama tapi peluang untuk bersama sangat kecil. Itu sulit tapi mungkin. Setiap bertemu dengannya aku hanya bisa menunduk, tak berani menatapnnya. Mungkin bagiku cinta itu sungkap untuk menatap.
Keajaiban Tuhan berpihak kepadaku. Dia yang pernah dekat denganku, mengatakan jatuh cinta kepadaku. Sangat mustahil bagiku. Akan tetapi, kemustahilan tak nampak bila sudah menjadi nyata. Aku mencintainya, dan dia juga mencintaiku, itulah kebahagiaan yang berawal dari kemustahilan yang sekarang menjadi kenyataan.
Aku dan Rian kini berpacaran. Saling berbagi tawa sambil merajut benang cinta. Kisah aku dan dia mungkin tak seromantis mereka. Tapi aku bahagia bisa bersamanya..
Namun, takdir berkata lain. Rian telah menjalani Ujian Nasional dan setelah lulus SMA, dia akan pindah ke Bandung (tempat asalnya). Aku sedih, kecewa, dan khawatir. Aku akan kehilangan. Aku tak sanggup jika hubungan kami harus dipisahkan dengan jarak. Aku tak pernah mengerti dengan arti  Long Distance Relationship yang dikatakan orang - orang sekitarku. Aku tak akan pernah mau mengerti, tetapi itulah yang akan ku alami.
***
Saat aku sedang sendiri, Aida menghampiriku.
” Za, bukannya kamu harus ketemu Rian yaa. Kasian dia sudah menunggu kamu! “
” Untuk apa aku menemuinya jika hanya mengucapkan kata - kata perpisahan? “
” Setidaknya kamu bertemu dia sebelum dia pergi dari Tangerang, ayolah nanti kamu menyesal loh! “
” Assalamu’alaikum.. “
Terdengar salam seorang laki - laki yang tak asing lagi suaranya ditelingaku.
” Waalaikum’salam..”
(Jawabku dengan Aida, lalu Aida menghampirinya)
” Rian, cari Aida yaa? Sebentar ya, silahkan duduk! “
” Iya, makasih..”
Dengan terpaksa aku menghampiri Rian.
” Aku tunggu kamu dua jam za, tapi kamu kenapa tidak datang? “
” Aku nggak suka perpisahan, aku ga mau kehilangan kamu Rian. Jangan tinggalkan aku! “
” Aku nggak akan meninggalkanmu, aku akan kembali tiga tahun lagi untuk kamu “
Aku sadar bahwa aku tidak boleh melarang Rian pergi. Biar bagaimanapun ia pergi bersama keluarganya, orang yang lebih berhak untuknya. Aku menatap matanya dalam - dalam hingga aku mendapatkan ketenangan dan mengizinkankannya untuk pindah ke Bandung.
Aku tak pernah menyesal mengaguminya, bahkan mencintainya. Penyesalan tidak akan memperbaiki keadaan yang sudah terjadi.  Jarak di antara aku dan dia telah terhapus, ikatan kami tela putus. Selamat berbahagia Rian.

0 komentar:

Posting Komentar